Jumlah Pengunjung

Note ^^

Halloo..^^ selamat datang di blog saya! Welcome to my blog! Silakan dilihat-lihat, dibaca-baca tapi jangan di copas! Di blog ini juga saya post fanfic-fanfic. Jangan lupa tinggalkan komentar setelah membaca artikel di blog saya! Kunjungi juga WP saya di safiraalhana.wordpress.com

Sabtu, 25 Mei 2013

{Fanfic} Still in Love Part 8



Author : Safira Alhana a.k.a Park Chan Ra / Cia Park @hanna_ryeong9
Cast :
- Kim Myung Soo (L Infinite)
- Jung Soo Yeon (OC)
- Jung Jin Young (Jinyoung B1A4)
- Kim Se Ra (OC)
- Jung Yunho (Yunho TVXQ)
- Jung Yonghwa (CN BLUE)
- Other cast..
Genre : Drama, sad, romance
Rating : T
Length : Chapter
Disclaimer : Fanfic ini 100% original karya Safira Alhana Zubairy. Plot, ide cerita, semuanya 100% hasil ekskresi (?) otak pentium saya.

Rekomendasi Lagu :
Jung Yonghwa - 그리워서... (OST. Heartstrings)
Huh Gak - Hello
As One - White Love Story (OST. Coffee Prince)
INFINITE - Only Tears
CN Blue - Still in Love
Dan lagu-lagu galau lainnya...

DON'T FORGET TO LEAVE YOUR COMMENT!!

-----------------------------



Author POV
"Aku membelikanmu ro- Soo Yeon-ah?!" Myungsoo terkejut saat ia membuka pintu mobil dan mendapati Soo Yeon tak ada dikursinya. Ia mencari ke kursi belakang. Tapi nihil.
"SooYeon-ah! Eodisseo?!" Myungsoo berteriak mencari Soo Yeon di jalan-jalan. Ia tak mempedulikan tatapan penuh tanya orang-orang yang lewat.
"Sooyeonnie, kau dimana?" Myungsoo kelelahan.
Karena tak kunjung menemukan Soo Yeon, Myungsoo menyerah. Ia duduk di bangku taman tak jauh dari mobilnya diparkir. Tiba-tiba ponselnya bergetar. Ia membaca pesan yang masuk.
Soo Yeon aman bersamaku.
Myungsoo tertegun. Pesan itu dikirim menggunakan nomor ponsel Jinyoung. Itu artinya Soo Yeon sekarang bersama Jinyoung.
Dalam hati Myungsoo merasa kesal. Bagaimana bisa Soo Yeon sekarang bersama Jinyoung?
-----
Jinyoung POV
Syukurlah, Soo Yeon mau kembali. Appa sangat sedih dan syok saat Soo Yeon dibawa pergi Myungsoo. Myungsoo benar-benar keterlaluan. Seharusnya dia mengerti. Seharusnya dia menerima kenyataan...
"Oppa, mianhae," ujar Soo Yeon yang duduk disampingku.
Aku hanya diam. Kuhentikan mobilku di pinggir jalan.
"Apa yang Myungsoo lakukan padamu?" tanyaku.
"Myungsoo oppa tidak berbuat yang macam-macam padaku. Tadinya...ia berniat membawaku ke Busan," jawab Soo Yeon. Kepalanya terus menunduk.
'"Kau tahu, appa sangat cemas saat kau pergi. Maksudku, saat DIA membawamu PERGI," kataku.
Soo Yeon menunduk semakin dalam, "Mianhaeyo."
"Nado mianhae, Soo Yeon-ah. Aku tidak tahu kalau Myungsoo adalah kekasihmu. Andaikan aku tahu hal ini dari awal, aku akan membatalkan pernikahan ini-"
"Andwaeyo, oppa. Kau tidak boleh membatalkannya. Se Ra eonnie adalah cintamu. Kalian sama-sama mencintai. Seharusnya aku yang minta maaf karena telah menjadi penghalang kalian," Soo Yeon berkata sambil menatapku.
Aniya, Soo Yeon. Kau berbohong. Matamu mengatakan sebaliknya. Aku tahu kau sangat mencintai Myungsoo dan bahkan tidak rela kalau aku akan menikah dengan Se Ra. Aku tahu. Aku selalu tahu apa isi hatimu.
"Aku akan bahagia jika oppa bahagia. Aku tetap akan menjadi Soo Yeon yang oppa kenal meskipun tidak ada Myungsoo oppa. Aku tidak akan mati hanya karena tidak ada Myungsoo oppa disisiku," ucap Soo Yeon sungguh-sungguh.
Kami terdiam selama 10 menit. Pikiranku melayang kemana-mana. Soo Yeon sepertinya sedang melamun.
"Oppa, ayo kita pulang sebelum aku berubah pikiran," ucapan Soo Yeon menyadarkanku.
Aku segera memutar kunci mobil dan kembali mengemudikan mobil pulang ke rumah.
-----
Author POV
Mobil Jinyoung berhenti dengan mulus di depan pintu masuk kediaman Jung. Begitu Jinyoung dan Soo Yeon keluar dari mobil, Jinyoung menyerahkan kunci mobil kepada pelayan yang akan memindahkan mobilnya ke garasi. Setelah itu ia mengikuti Soo Yeon masuk ke rumah. Di ruang keluarga, Yunho yang melihat putrinya kembali sontak berlari dan memeluk putrinya itu.
"Sooyeonnie.."
Soo Yeon balas memeluk appanya. Seperti biasa, pelukan appanya adalah yang paling hangat.
"Mianhaeyo, appa."
Setetes air mata mengalir di pipi Soo Yeon. Ia terisak pelan. Yunho menepuk-nepuk punggung gadis itu untuk menenangkannya.
"Sstt.. Uljima," bisik Yunho di telinga putrinya.
"Kau tahu kan, appa sangat mencemaskanmu."
Soo Yeon mengangguk.
"Jangan ulangi lagi. Kau harus bisa melupakannya. Dia masa lalumu. Masa lalu bukan untuk ditangisi, dan bukan untuk disesali," kata Yunho.
Setelah 10 menit, tangis Soo Yeon berhenti. Ia melepaskan pelukan appanya.
"Gwenchana?" Yunho menyadari wajah Soo Yeon yang tiba-tiba pucat.
Soo Yeon sendiri juga kaget dengan sakit yang tiba-tiba menyerang perutnya. Rasanya sakit sekali hingga rasanya ingin meninju perutnya sendiri. Jinyoung yang menyadari keadaan Soo Yeon segera berlari menuju kamar Donghae dan meminta bantuannya.
"Apa yang kau rasakan Soo Yeon-ah?" tanya Donghae seraya terus memeriksa keadaan Soo Yeon yang kini tergeletak di lantai.
"Sakiitt...sakit sekali..disini.." Soo Yeon memegang perutnya kesakitan.
Donghae langsung mengangkat tubuh Soo Yeon dan menggendongnya sampai ke kamar. Jinyoung dan Yunho mengikuti. Jessica yang mendengar kegaduhan dari kamarnya langsung keluar dan sekarang berada di kamar Soo Yeon ikut menenangkan sepupunya itu.
"Aakkkhh!!" Soo Yeon terus berteriak dan menangis karena sakitnya tak tertahankan.
"Painkiller! Sica-ya, ambilkan painkiller di tas kerjaku! Palli!!"
Jessica segera keluar mengambil obat yang dimaksud. Satu menit kemudian obat itu sudah ada di tangan Donghae.
Jinyoung meraih sapu tangan di atas meja kecil di samping tempat tidur Soo Yeon. Dengan lembut ia membersihkan keringat yang menetes dari dahi dan pipi Soo Yeon. Hati Jinyoung terasa sakit melihat Soo Yeon menjerit kesakitan.
"Gwenchana, istirahatlah. Kau tidak ingin melewatkan malam natal bukan?" Donghae tersenyum pada Soo Yeon yang kini tampak lebih tenang.
Soo Yeon hanya mengangguk, lalu menutup matanya mencoba untuk tidur. Efek obat yang diberikan Donghae. Melihat Soo Yeon yang sudah tenang, perlahan senyum Donghae memudar. Ia berdiri dan mengajak semuanya keluar dari kamar Soo Yeon.
"Paman, sebaiknya pengobatan dilakukan sesegera mungkin. Tadi itu...hanya sebagian kecil gejala yang mengindikasikan adanya penyakit dalam tubuh Soo Yeon. Di kemudian hari, akan semakin parah," kata Donghae pada Yunho yang kini duduk di sofa dengan pikiran blank.
"Wae...wae geurae?" Krystal yang baru keluar dari kamarnya terlihat bingung melihat wajah-wajah cemas di sekelilingnya.
Jessica langsung meraih tangan Krystal dan mengajaknya ke dapur.
"Apa ini menyangkut..Soo Yeon eonnie..?" tanya Krystal pelan.
Jessica mengangguk sambil menarik kursi meja makan berhadapan dengan Krystal.
"Kau masih ingat kemungkinan penyakit Soo Yeon yang kukatakan padamu beberapa hari yang lalu?" Krystal mengangguk.
"Aku yakin, 90% positif."
Krystal menatap Jessica dengan tatapan tak percaya. Bagaimana bisa Jessica bisa menyimpulkan kemungkinan 90% positif Soo Yeon terkena kanker?
"Eonnie.."
"Kau tahu obat penghilang rasa sakit yang dibawa Donghae oppa?"
Krystal mengangguk, "Obat itu tidak akan bereaksi jika pasien negatif terkena kanker.."
Jessica terdiam. Membiarkan Krystal menyimpulkan sendiri apa yang dikatakannya.
"Andwae..." gumam Krystal. Ia sudah mengerti sekarang.
"Eonnie, geumanhae! Ini tidak lucu, eonnie.."
Krystal langsung berdiri, tapi Jessica lebih cepat meraih tangan Krystal dan menyuruhnya duduk kembali.
"Untuk memastikannya, Donghae oppa akan memeriksa Soo Yeon bersama dokter Kim. Berdoalah yang terbaik untuknya.."
Krystal terdiam. Air mata terus mengalir dari mata merahnya.
"Soo Yeon masih belum tahu tentang penyakitnya. Ia hanya mengira sakit lambung biasa," kata Jessica.
"Eottokhae..?"
Jessica menarik napas panjang, "Jangan beritahu Soo Yeon sampai hasil pemeriksaannya keluar."
-----
Myungsoo mengemudikan mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata. Matanya yang tajam menatap fokus jalanan di depannya. Sudah setengah jam sejak ia melewati perbatasan Seoul. Seharusnya hatinya bisa tenang karena ia telah jauh dari Seoul. Seoul yang menyimpan kenangan buruk tentang Soo Yeon. Seoul yang telah membuatnya sakit hati.
Namun tak ada perubahan. Meskipun dirinya sekarang berada jauh dari Seoul, hatinya masih tertinggal disana. Hatinya tak mau diajak menjauh. Hatinya memilih tinggal disana.
"Aish!!"
Myungsoo memukul setir keras-keras. Perasaan kecewa dan marah lebih mendominasi. Tapi semua itu tak berlangsung lama. Secepat kilat tergantikan oleh perasaan bersalah.
"Aku tidak mengharapkan kenyataan menjadi seperti ini. Tidak, kami tidak mengharapkan.."
Mobil Myungsoo berhenti di pinggir jalan. Jalanan itu tampak sepi karena ia telah memasuki daerah pedesaan. Di sebelah kirinya terhampar ladang ilalang yang luas dan tertutup salju putih yang tampak suci. Bisakah pikiran dan hatinya sebersih dan sesuci salju itu?
"Wae..?" gumam Myungsoo sambil memandang salju putih yang menutupi ladang ilalang.
"Haruskah aku memohon pada Se Ra? Haruskah aku berlutut dihadapannya dan memintanya untuk membatalkan pernikahan?" Myungsoo terus bergumam. Pandangannya kini kosong. Seperti dirinya yang sekarang. Kosong karena tak ada hati yang mengisinya.
Ddrrttt..ddrrtt..
Ponsel Myungsoo bergetar di saku celananya.
"Oi, Dongjunnie.."
"Ya! Neo eodiya?!"
Myungsoo terkikik geli.
"Hmm...molla.."
"Mwo?! Apa maksudmu?"
"Tunggu saja disana, aku pasti datang."
"YA! MYUNG-"
Sambungan terputus. Myungsoo memasukkan kembali ponselnya ke saku celananya. Saat ini ia sedang malas mendengar ocehan Kim Dongjun, sepupunya.
Myungsoo baru ingat, besok adalah hari natal. Ia belum membeli hadiah untuk Soo Yeon.
"Haruskah aku membeli hadiah untuknya? Setelah apa yang terjadi hari ini? Tidakkah dia marah padaku?" tanya Myungsoo dalam hati.
Setelah berpikir selama setengah jam, akhirnya ia memutuskan untuk membeli sesuatu. Mobil Myungsoo bergerak memutar, kembali ke Seoul.
-----
"Oppa mianhae, aku benar-benar tidak menyangka Myungsoo akan bertindak seperti itu."
Jinyoung duduk di sofa ruang tengah. Tangan kirinya memegang ponsel ke telinganya.
"Aku benar-benar tidak mengerti apa yang dia pikirkan."
Jinyoung diam saja mendengar perkataan Se Ra. Ia tidak terlalu mempermasalahkan Myungsoo sekarang. Ada satu hal yang daritadi menganggu pikirannya.
"Se Ra-ya.."
"Ne oppa?"
Ia menarik napas panjang.
"Kita batalkan saja pernikahan ini."
Kata-katanya mengalir pelan namun sanggup membunuh lawan bicaranya di telepon. Jinyoung menutup matanya. Mengantisipasi apa yang akan keluar dari mulut yeojachingunya..
"Oppa.."
"..waeyo??"
Untuk saat ini ia benar-benar tidak ingin menjawab pertanyaan itu. Bukan karena malas, tapi dia sendiri juga bingung jawabannya.
"Andwaeyo, oppa.."
"Kita batalkan saja. Aku tidak ingin menjadi penghalang cinta Soo Yeon dan Myungsoo," kata Jinyoung mantap.
Tak ada balasan dari Se Ra. Yang terdengar hanyalah isak tangis.
"Oppa, saranghae..jebal jangan batalkan pernikahan kita.."
Kali ini Jinyoung tak bisa berkutik begitu mendengar kata-kata itu dari Se Ra. Tentu saja ia mencintainya. Tentu saja ia ingin menikahinya. Tapi ia tak bisa hanya memikirkan dirinya sendiri. Ia tak boleh egois. Ia harus mengalah. Apalagi statusnya yang sebagai kakak dari Soo Yeon. Sebagai kakak ia harus bersedia mengalah demi kebahagiaan adiknya. Itu adalah prinsip yang dari kecil Yunho ajarkan kepadanya.
"Oppa jebal jangan batalkan.."
"Kau tahu, oppa? Kau benar-benar berani mengatakan hal seperti itu di malam natal."
Mata Jinyoung membelalak mendengar perkataan Se Ra. Itu adalah kesalahan besar.
Selama 23 tahun hidupnya tak pernah sekalipun ia berbuat jahat apalagi menyakiti hati orang lain di hari natal. Pantang baginya untuk melakukan itu. Namun sekarang, tanpa disadari ia telah melanggar aturannya sendiri.
"Mi-mianhae, Se Ra-ya..mianhae.."
"Mianhae, oppa. Aku sibuk."
Tut.. Tut.. Tut..
Sakit rasanya mendengar nada telepon yang seakan mengejek Jinyoung. Jinyoung sendiri masih terdiam. Merenungi apa yang telah ia lakukan.
Jinyoung mendengar langkah kaki yang terburu-buru mendekat. Ia mendongak dan bertemu dengan sepasang mata yang selalu terlihat cemas milik Yonghwa.
"Sooyeonnie, gwenchana?"
Jinyoung tak tau harus menjawab apa. Ia bahkan tidak mengetahui kabar terakhir Soo Yeon.
"Sepertinya..baik-baik saja."
Yonghwa menatap Jinyoung dengan bingung. Ada apa dengannya?
Merasa tak mendapat jawaban yang memuaskan dari Jinyoung, Yonghwa segera berlari menaiki tangga menuju kamar Soo Yeon. Namun sampai di ujung tangga, Donghae menghentikannya.
"Hyung aku mau lewat."
Donghae menggeleng. Mengisyaratkan Yonghwa untuk turun bersamanya.
"Sstt.. Soo Yeon sedang tidur. Ayo kita bicara di ruang tengah."
Yonghwa mengikuti Donghae dengan ragu. Sampai di ruang tengah, Donghae berbalik menghadap Yonghwa dan menatapnya dalam. Tanpa basa basi Donghae langsung mengatakan apa yang Yonghwa perlu tahu.
"Aku yakin 90% positif Soo Yeon terkena kanker."
Keduanya terdiam. Yonghwa menatap Donghae tak percaya.
"Aku sudah banyak menemui kasus seperti ini. Kali ini aku sangat yakin."
"Apa..bisa disembuhkan?"
Donghae menatap tanpa ekspresi butiran salju yang turun melalui kaca jendela.
"Kalau itu..aku tak yakin.." gumam Donghae.
Yonghwa menutup matanya rapat-rapat. Kepalanya terasa pening. Mendadak suara Donghae terdengar nyaring di telinganya.
Ia baru saja menghadapi satu dari sekian banyak kenyataan pahit yang telah Tuhan persiapkan untuknya. Namun ia sudah merasa lelah. Ia merasa tak sanggup lagi bertahan. Setelah kehilangan eomma 17 tahun yang lalu, ia tak ingin kehilangan lagi. Ia tak ingin kembali merasakan bagaimana rasanya terpuruk. Cukup satu kali dan itu sangat menyakitkan.
Tapi tidak kali ini. Apapun yang terjadi, Yonghwa harus menyiapkan mentalnya. Harus.
-----
"NEO! EODIYA?! KAU TAHU APA YANG KAU LAKUKAN?!"
Terdengar suara bernada marah Se Ra di ponsel Myungsoo. Lima belas menit yang lalu ia mengirimkan pesan suara karena dongsaengnya tak kunjung menerima panggilannya. Myungsoo sendiri tak ingin mendengar suara noonanya, tapi ia terganggu dengan ponselnya yang terus bergetar. Ia terpaksa berhenti di tengah jalan demi mendengarkan ocehan Se Ra.
"Dengar, kau cepatlah pulang, kita bicarakan masalah ini bersama-sama. Kau ingin terus bersama Soo Yeon bukan? Geurae! Aku sendiri berniat membatalkan pernikahanku dengan Jinyoung oppa, neo arra?!"
Kali ini Myungsoo mendengarkan kata-kata Se Ra dengan serius.
"Cepatlah pulang sebelum aku berubah pikiran!"
Myungsoo hendak mematikan ponselnya dan mengendarai mobilnya kembali tanpa mempedulikan ucapan Se Ra. Tapi perkataan Se Ra selanjutnya membuatnya terpaku.
"Kau tahu keadaan Soo Yeon sekarang? Ah, tentu saja kau tidak tahu. Namja macam apa kau ini! Melarikan diri sementara yeojachingumu sekarat disini!"
"MWO?!" Myungsoo langsung menyalakan mesin mobilnya dan cepat-cepat kembali ke Seoul.
Ia tidak peduli apakah Se Ra berbohong atau tidak. Yang penting sekarang, ia harus berada di sisi Soo Yeon.
-----
Sementara itu di Kediaman Keluarga Kim..
"Mianhae, oppa..mianhae.."
Se Ra memandangi ponselnya dengan ekspresi penyesalan tergambar jelas di wajahnya. Ia telah melakukan sesuatu yang menyakiti dirinya sendiri. Ia telah melepaskan kebahagiaannya untuk saudara kembarnya. Ia tahu ini yang diinginkan saudaranya, dan ia melakukannya karena tak ingin melihat mereka terluka. Ia tak ingin orang lain terluka karena dirinya. Ia baru menyadari kehadirannya menghalangi kebahagiaan orang lain.
"Se Ra-ya! Bantu eomma memasak!"
Se Ra bangkit dan berjalan menuju dapur.
"Ne, eomma!"
-----
Soo Yeon POV
Dimana aku? Kenapa aku tidak bisa bicara? Apa itu cahaya? Cahayanya berwarna putih kebiruan. Apa itu?
APPA!!
JINYOUNG OPPA!!
YONGHWA OPPA!!
Yaaa..wae geurae..? Kenapa suaraku tidak terdengar? Dimana aku?!
"Sooyeonnie.."
Aku menoleh ke belakang. Seorang wanita berpakaian serba putih tersenyum ke arahku. Yeoppoda..
Tapi..
Wajah itu tampak familier..
"Kau sudah besar, appamu melakukannya dengan baik.. Leganya.."
Aku tidak mengerti apa yang wanita itu katakan. Aku sibuk memikirkan siapa wanita itu. Sepertinya aku mengenalnya.
"Nugu..seyo..?" akhirnya aku bertanya dengan hati-hati. Hey, aku mendengar suaraku sendiri. Aneh.
Ekspresi wanita itu perlahan meredup. Sepertinya ia kecewa. Ah, ppalli Soo Yeon! Cepat ingat siapa wanita itu!
Mungkinkah...
"Eomma?!"
Perlahan aku mulai mengingat. Wanita itu yang menggendongku saat aku masih kecil. Aku ingat wajah wanita itu di foto! Appa mengatakan bahwa itu adalah eommaku. Ya, eommaku!
"EOMMA?!" aku segera berlari menghampirinya. Wanita itu tersenyum dan merentangkan tangannya lebar-lebar. Tanpa ragu aku langsung memeluknya.
"Sooyeonnie.."
"Eomma.."
Ah, nyaman sekali berada di pelukan eomma. Baru kali ini aku merasakannya. Sama seperti pelukan appa, hangat dan nyaman.
"Eomma? Apa yang terjadi? Kenapa aku disini?"
Eomma melepaskan pelukannya dan menatapku lekat-lekat. Eomma terlihat masih muda. Aku tidak melihat kerutan di wajahnya bahkan ketika ia tersenyum! Dan eomma sangat cantik.
"Wae? Kau tidak suka bertemu dengan eomma?" tanya eomma dengan senyum jahil menghiasi parasnya.
"Aniyo, aku hanya...terkejut.."
Eomma tersenyum. Tangan kanannya mengelus-elus rambutku. Sedang tangan kirinya merengkuh pipi kananku.
"Mianhae, Sooyeonnie. Eomma tidak ada disampingmu ketika kau tumbuh, ketika kau terjatuh, ketika kau menangis...mianhae.."
Aku baru menyadari pipiku basah karena air mataku.
"Aniyo, eomma. Itu bukan salah eomma. Lagipula appa menjagaku dengan baik. Appa menggantikan tugas eomma dengan baik. Dan aku yakin, eomma selalu melihat kami dari sini, bukan?"
Eomma mengangguk. Tangan kirinya mengusap air mata yang mengalir ke pipiku.
"Eomma tidak punya banyak waktu, Sooyeonnie.."
Aku menatap eomma tak rela. Tak rela ia akan pergi meninggalkanku.
"Jaga dirimu baik-baik. Percaya pada kata hatimu."
Perlahan eomma mulai menghilang.
"Ah, kau tahu Myungsoo masih mencintaimu bukan? Tetaplah mencintainya, aku tahu dia adalah satu-satunya namja yang kau cintai. Jangan pernah membohongi dirimu sendiri, Sooyeonnie.."
Aku menatap kabut itu dengan perasaan sedih. Eomma benar-benar meninggalkanku. Entah kapan lagi aku bisa bertemu dengannya.
"Eomma... Eomma... Eomma!!" aku berteriak memanggil eomma hingga dadaku terasa sesak.
Hingga tidak ada kabut di depanku.
-----
Author POV
Yonghwa yang duduk di kursi samping tempat tidur Soo Yeon terkejut ketika melihat dongsaengnya yang terbaring itu terisak dan mengeluarkan air mata. Ia tak tahu apa yang harus dilakukan.
"Soo Yeon-ah..." perlahan Yonghwa memanggil Soo Yeon dan mengguncang-guncang pundaknya supaya ia sadar.
"Hiks..hiks.. Eomma.. Eomma.. EOMMA!!" Soo Yeon berteriak. Air mata mengalir deras dari matanya yang tertutup.
Yonghwa memeluk tubuh Soo Yeon dan membangunkannya. Ia mengambil sapu tangan dari atas meja samping tidur dan mulai mengelap kening Soo Yeon yang basah karena keringat.
"Eomma? Kau bertemu eomma dimimpimu, bukan?" Yonghwa bergumam sambil mengelap kening dongsaengnya.
Tanpa disadari, air mata mengalir di pipi Yonghwa. Melihat dongsaengnya seperti ini, ia tak tahan. Kasihan Soo Yeon, yang tak bisa merasakan kehadiran eomma disampingnya. Ia terlalu kecil untuk bisa mengingat eommanya.
"Oppa, gwenchana?" Krystal baru saja masuk sambil membawa nampan berisi makanan dan minuman hangat. Ia kaget melihat Soo Yeon dan Yonghwa yang menangis. Nampan itu diletakkannya di atas meja sebelum ia menghampiri Yonghwa.
"Sooyeonnie..kurasa ia bermimpi bertemu eomma.."
Krystal mengangguk mengerti. Ia menarik kursi lain dan duduk disamping Yonghwa.
"Pasti sulit sekali baginya.." gumam Krystal.
Yonghwa mengangguk setuju. Ia berbalik menatap Krystal dan mulai bertanya.
"Apa persiapan makan malam nanti sudah selesai?"
Krystal menggeleng, "Sepertinya paman membatalkan acaranya. Tak ada kesibukan apa pun di ruang makan."
"Sayang sekali. Ini malam natal."
Krystal mengangguk menyetujui pendapat Yonghwa.
"Oppa istirahatlah. Aku akan menjaga Soo Yeon eonnie," ujar Krystal.
Yonghwa menatap wajah pucat Soo Yeon sebelum beranjak dan meninggalkan kamar Soo Yeon.
"Panggil aku atau siapapun di rumah ini jika ada sesuatu yang tidak beres."
"Arasseo, oppa. Kka!"
-----
BRRAAAKK!!
Myungsoo membuka pintu rumahnya dengan kasar. Ia berlari menaiki tangga dan menyusuri koridor menuju kamar saudarinya.
"Se Ra! KIM SE RA!!" Myungsoo menggedor pintu kamar Se Ra. Kedua tangannya mengepal kuat.
Pintu di depan Myungsoo akhirnya terbuka. Se Ra yang berdiri di depannya kaget melihat muka merah Myungsoo dan ekspresi dinginnya. Saudara kembarnya sedang marah.
"KIM MYUNGSOO!! APA YANG KAU LAKUKAN??" teriak eomma Myungsoo dari lantai bawah. Myungsoo menutup matanya rapat-rapat, berusaha mengacuhkan teriakan eommanya.
"YA!! Wae- KIM MYUNGSOO!!"
Se Ra kaget ketika Myungsoo mendorongnya masuk ke kamar dan mengunci pintunya. Kekagetan itu berubah menjadi ketakutan saat Myungsoo menghampirinya dengan marah dan menatapnya tajam.
"Jelaskan apa maksud pesan yang kau kirimkan padaku!" kata Myungsoo. Matanya menatap tajam Se Ra yang duduk ketakutan di sofa.
"M-mwo?" suara Se Ra bergetar. Ia sangat ketakutan dan tidak tahu apa yang ada di pikiran saudaranya.
"Ada apa dengan Soo Yeon?!" Myungsoo berusaha menahan amarahnya. Ia tidak tahan melihat Se Ra yang ketakutan.
"Mollayo. Kudengar Soo Yeon sakit parah. Sampai sekarang belum sadar," jawab Se Ra lirih. Ia hanya tahu sekilas keadaan Soo Yeon lewat Jinyoung.
Myungsoo terduduk lemas di lantai yang dingin di kamar Se Ra. Memikirkan apa yang harus ia lakukan sekarang. Pikirannya blank.
"Kau bisa...menjenguknya sekarang. P-pergilah, Myungsoo.." ucap Se Ra lirih. Ia tahu apa yang saat ini mengganggu pikiran saudara kembarnya.
Myungsoo bangkit dan berjalan keluar kamar Se Ra. Ia berhenti sejenak di ambang pintu dan berbalik.
"Noona.. Gomawoyo.."
Tangis Se Ra pecah melihat punggung Myungsoo yang pergi meninggalkannya. Ia tak yakin keputusannya ini benar. Tapi satu yang diyakininya, ia harus melakukan ini supaya ia bisa melihat senyum di wajah tampan saudaranya.

-----

~TBC~
©2013 Safira Alhana

Waahh.. Udah lama part ini di draft. Baru hari ini bisa ngepost. Wkwk, gomawo yang udah baca. Jangan lupa komentar ya.
Mianhae author jarang update. Author (sok) sibuk banget akhir-akhir ini. Hehe... Mianhae kalo ceritanya  gaje, nggak jelas. Author nggak bisa berhenti nulis fanfic gaje. Wkwkwk.. :-D

©Safira Alhana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please leave your comment here! Thanks :)
-Safira Alhana-